Penghijauan Di Gunung Batur Fokus Tanam Tiga Jenis Pohon



Foto, kegiatan penanaman 

Tempat yang berbatu bukan suatu penghalang untuk melakukan penghijauan selama masih ada tekad untuk itu kegaiatan akan tetap berjalan. Sama seperti kegiatan yang Green Studi Adventure ikuti diamana penanaman bukan di daerah yang memiliki tanah, tapi daerah yang didominasi dengan bebatuan tentunya perlu hal khusus yang disiapkan dari media tananam sampai jenis tanamannya dengan harapan apa yang ditanam akan bisa tumbuh dan memberikan manfaat untuk lingkungan.

Setiba di Lokasi penanaman di Yeh Mapeh, Desa Batur Selatan, Kecamatan Kintamani, panitia menyambut dengan ramah setiap peserta yang hadir. Layaknya kegiatan konservasi pada umumnya, kegiatan didesain sederhana. Sedikit banner yang terpasang sebagai petunjuk, Lebih banyak bendera yang berkibar menandakan pembagian kelompok terhadap titik penananamannya masing masing. Secara keseluruhan, Kegiatan Bali Reforestation Festival 2024 ini fokus menanam 3 jenis pohon saja dengan menyeleksi pohon yang kiranya mampu bertahan di kondisi berbatu. Berikut 3 jenis pohon tersebut sebagai catatan dan informasi untuk teman teman.

1. Puspa

Di beberapa daerah di Indonesia, pohon puspa mungkin juga memiliki nama lokal lainnya, mencerminkan ragam budaya dan bahasa Nusantara. Nama ini bisa saja diberikan berdasarkan karakteristik pohon atau hubungannya dengan masyarakat setempat. Nama ilmiah pohon ini adalah Schima wallichii. Nama spesiesnya diberikan untuk menghormati N. Wallich (1786 – 1854), ahli botani berkebangsaan Denmark yang telah berjasa mengembangkan Kebun Raya Kalkuta. 

taran tinggi hingga ketinggian 1.800 meter di atas permukaan laut. Biasanya ditemukan di hutan pegunungan tropis, wajar saja jika pohon ini akan sering kita temui dalam mendaki gunung di Indonesia. 

Lebih spesifik, Pohon Puspa daunnya berbentuk lonjong hingga elips, berwarna hijau mengkilap, dengan ujung yang meruncing. Bunga pohon puspa berwarna putih kekuningan, kecil, dan harum. Bunga ini menarik serangga penyerbuk. Ia dapat tumbuh hingga ketinggian 40-60 meter dengan diameter batang mencapai 1,5 meter. Kayunya keras, tahan lama, dan sering digunakan untuk konstruksi, pembuatan furnitur, dan bahan bangunan. Hal ini berarti Ia memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

Berdasarkan keterangan Pak Probo, Yayasan Bali Hijau Lestari menjelaskan saat kegiatan Bali Reforestation Festival 2024. “3 Jenis pohon ini merupakan rekomendasi dari kphk”, Sebelumnya ada beberapa jenis pohon yang telah diujicoba ditanam di kondisi medan batuan vulkanik , 3 jenis pohon ini memiliki ketahanan terbaik. 

2. Ampupu

Pohon ampupu adalah nama lokal untuk pohon Eucalyptus urophylla, yang merupakan salah satu jenis pohon dari genus Eucalyptus. Pohon ini banyak ditemukan di daerah tropis, terutama di Indonesia. Ampupu tumbuh baik di dataran tinggi, terutama pada tanah yang bertekstur ringan hingga sedang. Pohon ini juga tahan terhadap kondisi angin kencang dan tanah berbatu. 

Eucalyptus urophylla pada umumnya terdapat pada zona iklim basah sampai iklim kering yaitu tipe hutan C, D, dan E pada klasifikasi Shmidt dan Ferguson. Pertumbuhan riap maupun diameter Eucalyptus urophylla sangat tinggi. Riap adalah perubahan atribut tumbuh pohon, seperti diameter, tinggi, atau biomassa, dalam periode waktu tertentu. Riap dapat dihitung untuk pohon atau tegakan. Tinggi pohon dapat mencapai 40 meter dan rata-rata bebas cabang 25 meter. Diameternya bisa mencapai 100 cm atau lebih dan tidak berbanir. Berbanir artinya akar yang menonjol ke luar dan menjorok, menyerupai dinding penopang pohon di bagian pangkalnya. Akar ini juga dikenal dengan nama akar papan

Pohon ampupu sering digunakan dalam program penghijauan karena tahan terhadap kondisi tanah yang kurang subur dan gersang. Akarnya membantu menahan tanah di daerah berbukit, mencegah longsor dan erosi. Daun tanaman ini memiliki kandungan minyak atsiri yang berkhasiat sebagai antibakteri, antivirus, antiinflamasi, analgesik, antiinfeksi, insektisida, dan ekspektoran.

Penggunaan kayu hasil olahan tanaman Eucalyptus urophylla umumnya digunakan untuk bahan baku pulp dan kertas, tapi juga dapat digunakan untuk konstruksi bangunan dan telah lama dipergunakan untuk industri arang di Brazil. Eucalyptus urophyllajuga digunakan sebagai bahan baku kayu lapis (vinir) serta kayu gergajian lainnya. Eucalyptus urophylla juga tergolong kayu kuat dan awet yang dapat digunakan untuk bahan penopang beban berat seperti bantalan kereta api serta bahan bangunan lainnya. Kayu E. urophylla memiliki kualitas serat yang baik dengan kelas mutu II.

3. Pohon Jempini

Pohon Jempini dalam nama ilmiah Melia azedarach juga dikenal dengan nama pohon mindi , chinaberry, atau Persian lilac, adalah pohon gugur yang berasal dari wilayah Asia Selatan dan Tenggara. Pohon ini termasuk dalam famili Meliaceae dan dikenal karena pertumbuhannya yang cepat, ketahanan terhadap kondisi lingkungan yang beragam, serta manfaatnya yang luas. Pohon mindi dapat ditemukan di berbagai daerah tropis dan subtropis, sering ditanam sebagai pohon peneduh, penghijauan, atau sumber kayu.

Secara fisik, Melia azedarach memiliki ciri khas berupa daun majemuk yang panjang dan tersusun secara bergantian. Daun-daun ini berwarna hijau terang dan bergerigi di pinggirnya, memberikan tampilan rimbun yang estetis. Bunganya kecil, berwarna ungu muda hingga ungu pucat, dan memiliki aroma yang harum. Bunga-bunga ini sangat menarik bagi lebah, sehingga pohon mindi juga mendukung keanekaragaman hayati lokal. Setelah berbunga, pohon ini menghasilkan buah berbentuk bulat kecil dengan warna hijau kekuningan yang akan mengering dan berubah menjadi cokelat seiring waktu. Meskipun buahnya beracun bagi manusia dan banyak mamalia, beberapa burung dapat memakannya tanpa bahaya.

Pohon Melia azedarach memiliki berbagai manfaat. Kayunya sering digunakan dalam pembuatan furnitur, lantai, dan ukiran karena ringan tetapi cukup kuat, mudah dikerjakan, dan memiliki serat kayu yang indah. Selain itu, kayu mindi tahan terhadap serangan rayap, sehingga diminati di industri perkayuan. Daun dan biji pohon ini mengandung senyawa kimia alami, seperti azadirachtin, yang berfungsi sebagai pestisida alami. Oleh karena itu, ekstrak dari bagian pohon mindi sering digunakan dalam pertanian organik untuk mengendalikan hama.

Secara ekologis, Melia azedarach berperan penting dalam penghijauan dan pemulihan lahan terdegradasi. Kemampuannya tumbuh di berbagai jenis tanah, termasuk tanah miskin nutrisi, menjadikannya pilihan ideal untuk proyek reboisasi. Selain itu, pohon ini dapat menyerap polutan udara, memberikan naungan, dan menciptakan habitat bagi berbagai spesies burung dan serangga. Pohon mindi juga digunakan sebagai tanaman pagar hidup di beberapa komunitas pedesaan karena kemampuannya membentuk penghalang yang lebat dan tahan lama.

Namun, pohon Melia azedarach juga memiliki beberapa kelemahan. Buahnya yang beracun dapat menjadi ancaman bagi anak-anak atau hewan peliharaan jika tertelan. Selain itu, di beberapa daerah, pohon ini dianggap invasif karena kemampuan reproduksinya yang cepat, sehingga dapat menggusur vegetasi asli. Meski demikian, manfaatnya yang signifikan dalam bidang kayu, pertanian, dan lingkungan menjadikan Melia azedarach sebagai salah satu pohon yang bernilai tinggi, terutama di wilayah tropis. Jempinis atau mindi (Melia azedarach) merupakan jenis yang banyak ditanam oleh masyarakat di wilayah KRPH Penelokan. Mindi memiliki masa tebang 12 tahun tetapi yang menjadi kendala sekarang adalah masalah keamanan, dengan usia lima tahun sudah banyak yang memanen dikarenakan kebutuhan akan kayu ini sangat tinggi. Pemanfaatan yang bijak dan pengelolaan yang baik diperlukan untuk memastikan pohon ini memberikan manfaat maksimal tanpa mengganggu ekosistem lokal.

Wawan Sujarwo dalam tulisannya yang berjudul klasifikasi kelimpahan tumbuhan di Kecamatan Kintamani Bali: studi kasus usaha konservasi (2013) mengkategorikan ketiga jenis pohon tersebut berdasarkan persebaran atau kelimpahannya di wilayah KPRH Penelokan Kintamani. Pohon Ampupu dan Puspa termasuk kategori melimpah dan dominan. Berbeda dengan Jempini, Jempini tumbuh hanya di areal tertentu dengan kondisi tertekan. Ketiga jenis tumbuhan ini cocok untuk dijadikan alternatif tumbuhan jika melakukan kegiatan reboisasi di Kawasan Kintamani. Kintamani merupakan habitat asli mereka. Namun, seiring pesatnya perkembangan pariwisata di Kintamani kita tidak boleh lupa dengan kondisi hutan di Kintamani. Boleh saja kini ada pariwisata jeep, jalur trail, maupun villa yang terus menjamur disana. Namun, angka dari lahan kritis hutan Kintamani jangan terus bertumbuh. Masih perlu digiatkan lebih banyak agenda konservasi untuk menjaga lingkungan sebagai warisan bagi generasi mendatang.






Comments

Popular posts from this blog

Manajemen Perjalanan, Bekal Sebelum Mendaki

Singaraja Panas, Ada Kesejukan Di Pasar Intaran

Safety Can Be Fun, Diskusi Tualang Yang Seru